THE FAMILY


T H E  F A M I L Y

.

.

.


1 - Down to Rabbit Hole


.....

Pagi hari dimulai seperti biasa di kota. Hiruk pikuk jalanan sudah terasa meski jam baru saja menunjuk angka 7 dini hari. 

matahari masih terasa hangat, lalu lalang orang yang bergerak cepat melawan arah satu sama lain agar tiba di tempat kerja sebelum detik waktu menyulitkan hari mereka nantinya.

Aroma kopi yang baru diseduh menguar di udara, berpadu dengan gandum yang baru saja matang dari oven.

Maria menyukai aroma itu setiap pagi.

Maria Lee. 23 tahun. Pegawai magang di salah satu kantor Arsitektur dan Interior design yang cukup terkemuka di kota. 

Ia mensyukuri pekerjaannya meski hanya sebagai pegawai magang, ia masih harus berjuang menyelesaikan kuliahnya di bidang yang sama sebelum berambisi untuk bisa bergabung dengan tim perencana yang selalu ia tatap dari balik pintu kaca.

"Selamat pagi," Bunyi lonceng yang disusul suara ramah pelayan adalah hal pertama yang membangun mood pagi Maria.

Cherry Magic. Bakery dengan nuansa ala Ancient-greek architecture tempat yang selalu dikunjunginya setiap pagi. 

pada mulanya, ia menemukan tempat ini karena ia tertarik dengan interior design yang sangat indah dan detail untuk sebuah toko roti. 

Ia hanya ingin mengamati saja pada awalnya, iseng-iseng untuk bahan ide tugas kuliahnya. kemudian ia mulai menjatuhkan pandangan pada deretan macaroons cantik di dalam kotak kaca dan ia menemukan dirinya selalu melangkah ke tempat ini setiap pagi.


"Apa ada yang bisa saya bantu?" Perempuan berambut brunette di depannya tersenyum manis. sebuah nametag bertuliskan "Lily" terselip rapi di ujung kanan seragamnya.


"Hai, bisakah aku mendapat Croissant dan Creamy-latte?" mata Maria nyalang menatap deretan kue dan kukis di depannya.


"Tentu saja, apa ada lagi?" Maria tak segera menjawab. Matanya memandangi sebuah kue yang tampak cantik. 


"Apa itu?" Lily mengarahkan pandangannya pada sesuatu yang ditunjuk Maria. ia tersenyum.


"Ah, itu Matcha-mille feuille, signature dish kami hari ini," bentuk kue mungil itu sangat indah. perpaduan pastry renyah berlapis-lapis yang setiap lapisannya diselingi krim matcha dan irisan tipis buah kiwi. Tak cukup hanya itu, di bagian atas juga diberi krim peach dan remahan cokelat hitam.


"Aku mau ambil itu satu, take out" Maria menyodorkan credit-card miliknya dan menunggu Creamy-lattenya selesai dibuat.



Ia akan memulai harinya seperti biasa, dengan croissant sebagai sarapan pagi ditemani secangkir latte hangat dan mulai bersiap sebelum hectic kantor menggerayangi setiap jengkal tubuhnya. 
Menyiapkan meeting dengan client, mencatat dengan detail poin-poin desain yang harus direvisi, mengingat permintaan setiap customer, dan segalanya.

Maria mengucapkan terima kasih usai Lily menyodorkan paperbag berisi pesanannya dan melangkah keluar.

Ya, harinya yang gila tapi menyenangkan akan dimulai.

itu yang ia pikirkan.

Sebelum rasa sakit tiba-tiba menyerang kepalanya dan semuanya gelap.

...

"... .... ...."

Suara orang berbicara terdengar samar, mengedipkan mata, mengrenyitkan dahi mencoba mengurangi rasa sakit yang tiba-tiba menghujam kepalanya. 

Ia mencoba mengerang, tapi tak ada suara yang keluar. Hanya helaan nafas rendah yang ia tahan entah sejak kapan.

"Apa dia sudah sadar?" suara yang terdengar cukup indah muncul dari sudut ruangan. Irisnya mencoba bekerja dalam gelap, mencari tanda siapakah gerangan pemilik suara.

"Halo, senang bertemu denganmu," seorang pemuda berwajah manis mengenakan hoodie hitam kebesaran menarik kursi dan mendudukkan dirinya tepat di depannya.

"Maria bukan? akhirnya kami bisa menemukanmu setelah sekian lama..." suaranya ramah, tak ada kesan jahat sama sekali baik di wajah ataupun gesturnya. Rambut silvernya memantulkan cahaya neon dari sudut ruangan. 


"Aku akan menjelaskan beberapa hal tapi sebelumnya, aku ingin kau mendengarkanku tanpa menginterupsiku sekali saja. Oke?" Maria menahan diri dari keinginannya untuk bertanya kenapa? Pemuda itu tersenyum saat Maria mengangguk.

"Bagus. Pertama, sebut saja aku Hyun.." 

Lima belas menit Hyun menjelaskan semuanya dengan rinci. Maria memastikan telinganya terpasang setajam mungkin. Ada puluhan pertanyaan mengambang di kepala Maria, ia berkali-kali mengggit lidahnya menahan diri agar tak satupun pertanyan terlepas dari mulutnya, ia tak tahu apa yang akan terjadi jika ia berani menginterupsi pemuda ini. 

Lebih baik bermain aman sampai ia tahu apa yang terjadi.

Singkatnya, salah satu teman Maria memiliki hutang dengan bos dari pemuda ini. Dan teman bajingan itu menggunakan dirinya sebagai penjamin. 

Temannya kabur dengan uang sebesar 6 Miliar Korean Won. Semuanya atas nama dirinya.

"Kau mungkin bertanya apa yang harus kau lakukan untuk mengembalikan uang itu. Simple, kau cukup bekerja untuk kami..." wajah manis pemuda itu tampak sadis. Maria merinding.

"Kami bukan kelompok debt-collector atau apa, uang sejumlah itu bukan jumlah yang besar untuk kami tapi tetap saja, perjanjian adalah perjanjian..." Hyun menyandarkan tubuhnya.

"Tapi aku tidak pernah memberikan izin untuk mencatut namaku!" 

"Memangnya itu urusan kami?" Hyun tertawa remeh. ".. Intinya, kau hanya perlu mengikuti aturan kami atau kau mengorbankan tubuhmu untuk kami. Gratis!" Hyun tersenyum.

"Apa maksudmu, tubuhku-"

"Hei, organ manusia sehat sepertimu bisa berharga sangat mahal kau tau?"

Oh. jadi itu maksudnya, sialan.

Maria terdiam sejenak, ia menghela napasnya. Gajinya selama satu tahun hanya sekitar enam puluh juta won. Untuk melunasi hutang itu, butuh waktu seratus tahun baginya.

"Baiklah, aku terima. Aku akan mengikuti aturan kalian," Maria mengangguk. Senyum Hyun semakin merekah.

"Bagus! aku ingin kau pergi ke tempat ini sesuai prosedur yang kutulis disitu!"

....

Satu minggu kemudian, Maria kembali setelah dengan sangat terpaksa memutuskan resign dari tempat kerja tercintanya. 

Ia berjalan dengan rute yang tertera di maps, tempatnya lumayan jauh. Butuh naik dua kali bus dan taksi untuk sampai kesana.

"Apa.. aku tak salah?"

Matanya menatap gedung-gedung tinggi dengan arsitektur modern yang indah. Setiap sudutnya memancarkan kemewahan dan sesuatu yang seakan meneriakkan "uang" dimana-mana.

Butuh sepuluh menit bagi Maria berjalan mencari tempat yang dituju. 

Sebuah bar besar yang ukurannya hampir sebesar bank dengan sentuhan arsitektur italia-modern dan sedikit vibes mediteranian.

Lantai marmer berwarna cream memantulkan cahaya dari chandelier emas dengan indah dan berpendar cantik ke dinding granite hitam.

Dua pria berpakaian lengkap berjaga di depan pintu masuk besar dari kaca. Keduanya memandangi Maria.

"Berikan kertas ini pada penjaga saat kau tiba di sana," ia ingat kertas kecil yang diberikan Hyun hari itu dan memberikannya pada mereka. 

keduanya saling pandang sebelum membukakan pintu untuknya.

Interior ruangan itu luar biasa.

lantai yang semakin rendah saat kau menginjakkan kaki semakin dalam, dinding putih dengan sentuhan klasik menyatu dengan lampu neon merah dan interior kayu yang dipoles alami.

Seluruh interior didesain berwarna merah dan emas, kesan kuat mewah begitu terasa sejak kita masuk ke dalamnya.

Sofa-sofa dari beludru merah terata rapi, begitu juga dengan meja bar tinggi dari marmer dengan lampu neon biru dan kursi tinggi, seorang bartender tampan yang berdiri di depan jajaran minuman-minuman. Mulai dari Martini, Tequila, Vodka, hingga yang paling fenomenal. 64 years old Macallan yang harga satu botolnya bisa mencapai US$625.


"Halo, ada yang bisa saya buat?" Bartender tampan itu tersenyum menatap Maria. 

"Maaf, saya ingin bertemu dengan Nona Rin," wajah ramah bartender itu berubah sejenak.

"Ah, tunggu sebentar.." Bartender tadi meraih gagang telepon yang tersembunyi dibalik meja bar. Ia tampak berbicara serius dengan seseorang sebelum berbalik menghadap dirinya dengan senyum semula.

"Tunggu sebentar disini, apa anda ingin saya buatkan sesuatu? Martini? Vodka? Cocktail mungkin lebih pas?" Maria belum sempat menjawab saat tangan Bartender itu dengan cekatan mulai meraih botol-botol kaca dan meraciknya di sebuah gelas tinggi.

"Ini adalah Vodka, dengan campuran Triple sec, Cranberry juice yang manis dan sedikit perasan jeruk nipis untuk penyegarnya," tangan Bartender bergerak berirama sembari menjelaskan banyak hal pada Maria.

Sebuah gelas Martini disajikan di depannya dengan dua buah es batu dan seiris lime di bibir gelas. Tak lama, minuman berwarna pink cerah dituangkan ke dalamnya.

"Cosmopolitan Cocktail."

Maria menyesap minumannya perlahan dan terkagum. Sensasi rasa yang tak pernah ia coba sebelumnya beradu di mulutnya tapi saling melengkapi satu sama lain.

"Hello" suara manis muncul dari belakangnya, Bartender di hadapannya membungkuk, Maria panik dan menoleh cepat.

Seseorang bersurai pendek berdiri di belakangnya. Tubuhnya yang ramping terbalut tight sleeveless shirt putih dipadu faux furr coat tersampir di bahunya. Lehernya terpasang black choker dengan hiasan diamond swarovski di depannya. 

kaki jenjangnya tertutupi celana hitam panjang dengan boots hitam. Wajah manisnya dipoles make up dengan warna natural tipis.

"Maaf ketidaksopananku, Nona Rin," Maria buru-buru membungkuk saat ia sadar ia terlalu lama memandaninya.Suara kekehan kecil muncul dari orang di hadapannya

"Tidak apa-apa, kau pasti Maria kan?"

"Ah, Iya!" ia menjabat tangan yang terulur ke arahnya.

"Aku bukan Nona Rin. Namaku Chloe. aku yang akan mengantarmu pada Nona Rin," jawabnya.

"Ah, baik, Nona Chloe.." Chloe tersenyum, ia berbalik dan mengisyaratkan agar Maria mengikutinya.

Bulu Faux di jaketnya beroyang seiring tubuhnya bergerak. Mereka naik ke lantai atas dengn lift kaca. 

Berhenti di lantai lima, keduanya berjalan menyusuri koridor yang sepi.

"Apakah kau bekerja disini, Nona Chloe?" Maria berusaha mencairkan suasana hening yang mencekik ini.

"Hm? bisa dibilang begitu," jawabnya singkat.

Tak ada percakapan lain terjadi di antara mereka hingga keduanya berhenti di depan pintu besar dari kayu mahogany hitam.

"Ada dua hal yang harus kau ingat, Maria," nada Chloe berubah serius. Maria meneguk ludahnya.

"Pertama, jangan bertingah kurang ajar di depan nona Rin.." Chloe mengangkat satu jarinya.

"Kedua..." Chloe menghela napas. Iris hitamnya tampak berkilau dibawah pantulan cahaya lampu chandelier. "... Aku bukan perempuan, bodoh"

            

                                                                ..........................


Komentar

  1. Damn, the cliff hanger everyone;-;
    I will looking forward for the next chapteršŸ‘

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE FAMILY

THE FAMILY